Monday 24 January 2011

JENITRI OH JENITRI

Hari minggu pagi , sebenarnya ada rencana mau bersih bersih halaman rumah ,  si kecil merengek minta keliling naik motor.  Terpaksa kuturuti saja, rencanaku batal.  Kuajak si kecil berkeliling menikmati hawa pagi sambil melihat lihat suasana pagi.  Perhatianku tertuju pada satu jenis pohon yang hampir ada di setiap pekarangan rumah warga.  Bahkan ada beberapa lokasi pekarangan yang di khususkan untuk menanam jenis tanaman ini .   daunnya menarik , karena kilatan embun pagi , sebagian daun berwarna merah hati.
Tanaman ini sangat di manjakan pemiliknya , sehingga tumbuh subur dan daunnya lebat .  Konon nama pohon ini adalah Pohon Jenitri ,  kata yang punya kabar, pohon jenitri kalau nanti berbuah , akan menghasilkan buah yang harganya selangit, mampu mengeruk  jutaan rupiah setiap pohonnya.   Aku hentikan motorku saat kulihat pak haji , warga tetangga RT sebelah tengah asik memandangi kebun Jenitrinya dengan wajah cerah penuh dengan harapan.  “ Wah, pak haji subur banget jenitrinya , kapan nih berbuahnya pak, “ sapaku.  Pak haji tersenyum seraya menjawab “ baru umur 1 tahun lebih, masih lama buahnya,  Buat tabungan hari tua dhek , lumayan kalau semua berbuah, semua ada 100 pohon,”.  “  kalau 1 pohon satu kali panen bisa dapat berapa duit pak haji “ , sambil mengepulkan asap rokoknya pak haji menjawab,  “ katanya  bisa satu juta lebih dhek, kalau buahnya bagus. “ , Aku itung itung , kalau 100 pohon sekali panen bisa 100 juta, padahal untuk tanaman Jenitri  panennya tidak sekaligus , masih ada panen susulan .  Sungguh  satu peluang yang sangat menjanjikan.  sesampainya  di rumah , aku langsung googling tentang jenitri berikut adalah kutipan artikel tentang Jenitri    :
Peluh membasahi tubuh Komari usai menebang 20 pohon kelapa di halaman rumahnya. Aksi tebang pohon kakek berumur 70 tahun itu keruan mengundang tawa warga Desa Dondong, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Kelapa yang serbaguna itu tumbang satu per satu. Dibekas ahan kelapa itulah ia menanam 73 bibit ganitri.
Empat tahun usai aksi tebang pohon itu, pada Juni 2002 orang-orang yang dulu menertawakan terperangah. Ketika itu Komari menuai 30 kg buah ganitri hanya dari 8 pohon. Omzet yang diraih Komari mencapai Rp8-juta .  Memanen biji ganitri jauh menguntungkan dibanding kelapa, ujar pria kelahiran Cilacap 31 Desember 1925 itu. Bila sebatang kelapa menghasilkan 10 buah per bulan, ia paling-paling mengantongi Rp10.000 per pohon. Di kota minyak itu harga sebuah Cocos nucifera hanya Rp1.000.
Pendapatan itu lebih kecil ketimbang hasil penjualan ganitri, ‘Panen perdana satu pohon ganitri menghasilkan Rp250.000-Rp1,3-juta. Itu belum termasuk panen susulan,’ kata pensiunan perangkat desa itu. Tinggi rendahnya pendapatan itu lantaran ukuran biji yang tak seragam dari setiap pohon. Padahal, biji klitri-sebutannya di Madura-dihargai berdasarkan ukuran. Semakin kecil ukuran biji,kian tinggi harganya
Menurut Komari, Dari satu pohon belum tentu ada yang berukuran kecil. Biji ganitri dikelompokkan dalam 11 nomor, nomor 1-ukuran diameter 5 mm-adalah yang terkecil dan termahal. Nomor berikutnya setiap kenaikan 0,5 mm. Kelas 1-9 dihargai per butir, sedang nomor 10 dan 11 dihargai per kilogram.Sejak pamornya naik, harga itu tak pernah turun, bahkan terus naik. Pada 1960 harga sebuah biji kelas 1 Rp0,5; sekarang, Rp152. Bandingkan dengan harga biji kelas 10 berukuran 9,5 mm mencapai Rp11.000 per kg; nomor 11 berukuran di atas 10 mm, Rp2.000 per kg. Setiap kenaikan diameter 0,5 mm, harga semakin turun. Harga sebuah biji nomor 9 ukuran 9 mm- Rp10.
‘Kelihatannya murah, tapi bila diakumulasikan bisa mencapai jutaan rupiah per pohon,’ papar ayah 3 anak itu. Dari sebuah pohon, biji yang termasuk kelas 1-9 tak sampai 20%. Pada panen perdana ketika pohon berumur 4 tahun, produksi mencapai 350.000 butir. Pekebun memanen buah pada September-Februari.
Varietas yang dibudidayakan Komari berproduksi ketika berumur 2 tahun; jenis lokal, umur 6-7 tahun. Batang varietas super lebih pendek sehingga memudahkan panen. Jenis super berumur 4 tahun tingginya 4 meter; lokal, 10-15 meter. Nah, jenis super itu lebih banyak menghasilkan biji kelas 1- 9. Dengan jarak tanam 6 m x 6 m, populasi ganitri di lahan 1 ha mencapai 120 pohon. ‘Setengahnya sudah berbuah dan siap panen 2 bulan mendatang,’ kata pria 72 tahun itu.
Di Desa Dongdong, Kecamatan Kesugihan, Cilacap, Komari bukan satu-satunya pekebun ganitri. Saat ini terdapat 70 pekebun yang membudidayakan pohon anggota famili Elaeocarpaceae itu di Cilacap. Setelah Komari sukses meraup laba besar, mereka ingin mengikuti jejaknya. Rata-rata mereka menanam 2-10 pohon mata dewa alias ganitri di pekarangannya.
Untuk apa biji ganitri itu? Pemeluk agama Hindu menggunakan biji ganitri sebagai sarana peribadatan. Biji-biji itu diuntai membentuk rangkaian seperti tasbih bagi penganut Islam atau rosario bagi kaum Nasrani. Itulah sebabnya pasar terbesar biji ganitri ke India dan Nepal. Negara di Asia Selatan itu penganut Hindu terbesar. Tak hanya itu, ganitri dipercaya berkhasiat obat berbagai penyakit (baca:Mata Siwa Penyapu Polutan halaman116). Di Indonesia ganitri lebih dikenal sebagai pohon pelindung. ‘Tak banyak orang Indonesia yang mengebunkannya,  tutur Soma Temple, pengusaha ganitri di Bali. Itulah sebabnya Soma kadang-kadang kesulitan mencari bahan baku dan harus mengimpor dari India dan Nepal. Di bawah label Aum Rudraksha, ia rutin memasarkan minimal 100 mala alias tasbih ganitri ke Australia, Jepang, dan Italia. Harga termurah berkisar Rp50.000-Rp80.000. Jika menginginkan desain khusus, harganya lebih mahal. Selain di Cilacap, sentra penanaman ganitri juga ada di Desa Gadungrejo, Kecamatan Klirong, Kebumen, Jawa Tengah. Menurut staf Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen, Supono, total penanaman 35 ha dengan produksi per ha mencapai 1,9 ton. Kasimun dan Jasmin, membudidayakan masing-masing 18 dan 8 pohon jenis super di lahan 1.875 m2 dan 200 m2.Panen perdana 3 pohon milik Jasmin berlangsung pada April 2007. Ia menuai 6.000 biji kelas 5, 5.000 biji (4), 3.000 biji (3), 2.000 biji (2), dan 750 biji (1). Sisanya masuk nomor 10-11. Dari penjualan itu Jasmin mengantongi Rp2,1-juta. Ia pun berhasrat menambah populasi pohon hingga 20batang.Laba itu memang terbilang besar. Sebab, biaya pemeliharaan sebatang pohon rudraksa relatif kecil. Komari hanya menghabiskan Rp7.500 per pohon per tahun. Dana itu untuk pemupukan dan penyiraman. Artinya, dari 3 pohon milik Jasmin yang sudah berproduksi, menelan biaya Rp22.500. Harga sebuah bibit sambung susu Rp100.000. Hasilnya mencapai jutaan rupiah dalam setahun.
Dikutip dari  
http://korannias.wordpress.com/ ( di poskan 12 NOP. 2007 )

Sungguh merupakan satu peluang usaha yang menggiurkan . Namun dibalik itu berbagai tanda Tanya muncul dalam benaku.  Logika saja , yang menjadikan suatu barang menjadi berharga , mempunyai nilai jual yang tinggi karena di butuhkan, semakin di butuhkan dan sulit di dapat, nilai jualnya akan semakin meningkat. Kira kira begitu , maaf kalau salah aku tidak pernah mengenyam pendidikan ekonomi.  Yang menjadi tanda tanya dalam benaku , seberapa besar permintaan terhadap buah jenitri hingga harganya selangit ?, Siapa saja yang membutuhkan buah jenitri ?,  apa saja manfaat  buah jenitri itu ? , kuselusuri paman google untuk menjawab pertanyaan diatas.  Tapi yang kudapat kebanyakan iklan jualan bibit , Artikel singkat tentang keberhasilan penanam  Jenitri , Sanjungan terhadap buah jenitri tanpa ada penjelasan rinci tentang manfaat dan permintaan  pasar.  Barangkali  aku yang kurang jeli membacanya atau memang belum ada yang posting. 
Aku jadi teringat saat tanaman hias anturium dan adenium booming merajai segala jenis tanaman hias.  Dengan serta merta aku ikut ikutan latah mencoba memanfaatkan peluang tersebut dengan membiakan adenium.  Hampir berhasil,  aku sudah join dengan seorang penjual bibit tanaman hias keliling dari luar daerah,  dia datang tiap minggu  mengambil bibit bibit tanamanku. Hasilnya lumayan, adenium umur 4 bulan dibeli seharga 15.000,- , sekali ambil 30 sampai 40 bibit.  Aku semakin bersemangat. Bibit tanamanku sampai ribuan batang yang siap jual.  Tapi apa lajur,  minggu ke 5 dan seterusnya si penjual bibit keliling tidak pernah datang lagi.  Pembeli local, tetangga maupun teman  teman juga langsung berhenti.  Profesiku sebagai Pengusaha Bibit tanaman hias gulung tikar.  Semoga Jenitri tidak senasib dengan anturium dan adenium. 
Aku tidak memiliki lahan yang cukup untuk bertanam jenitri, sehingga keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang jenitripun hanya untuk memperluas wawasan saja. saya berharap Rekan pembaca lebih bijak dalam menyiasati sebuah peluang usaha. 

No comments:

Post a Comment